Aku hanya musafir bisu yang tersesat di guliran pasir di Padang Lontar.
Aku hanya Musafir yang hampir lelah dengan waktuku.
Aku Musafir yang terlempar dari syurga yang bermahkota mawar ungu.
Aku musafir yang haus akan nafas wangi bunga seroja yang dulu membaui nafasku.
Tapi kini itu telah sirna ditelan rasa.
Aku Musafir yang berjalan dibawah mentari.
Menjejaki embun membelai angin yang menafaskan rambut kelamku.
Aku Musafir yang sekarat digaris nirwana.
Aku Musafir yang tercabik,kakiku luka mataku berkaca,hatiku mereka-reka.
Aku Musafir yang buta akan angin tujuanku.
Aku hanya Musafir yang mengikuti naluri yang terilhami dari Illahi.
Dan ketika malam menyapa kulitku...sejenak aku terlena dalam bentuk ini tapi cakaran ranting menyentak nadi jantungku.
Aku terpekur merenungi dunia yang tak kenal akan ujung yang hendak aku lintasi.
Aku Hanya Musafir yang kosong.
Tanpa mantel,tanpa penutup kepala dan hampa tanpa pedang yang bisa membelah nyawa.
Senjataku tertancap dijantungku.
Senjataku hanya sehelai kasih yang tak pernah putus.
Aku Musafir Hampa dengan jiwa yang lama yang masih merindu kalam dari para pecandu cinta.
***
Aku berjalan ditepian lautan sufi.
Menggali sesuatu yang suci.
Jejak langkah ku jalani ditepian aliran suram.
Ku Menanti bersama desiran tasbih,karena nafasku hampir terhenti.
Jalannya hati yang kulukisi selalu dalam kidung sepi.
Mungkin ini yang disebut hampir mati.
Wahai dua
Wahai Tiga dimanakah jasadmu
Aku sebatang kara menunggu asa hilang yang sebelah tertelan gurun-gurun abadi.
Tapi aku tak mengeriput ditelan masa,semangatku.
Karena aku MUSAFIR HAMPA arah,kaya asa.
Aku kuatkan nadiku menjejaki matahari dipesisir Almasih.
Aku MUSAFIR HAMPA yang berjanji hati ditemani janji hati ragawi.
Keriutan Tulang kutepisi dengan doa hati.
Hanya bisa berkata takdzim kalam matahari mati.
Wahai Penunggu Api,teteskan secarik api,
untukku Sang MUSAFIR HAMPA yang miskin Pahala Illahi.
Wahai bapa lihatlah diriku dari cermin keringatmu.
Kirimkan segumpal hati untuk menemani.
Aku ingin berberbagi,aku terlalu kosong dengan nafas lamaku.
Tapi sudahlah aku terbiasa berdiri dengan raga yang sunyi.
Hamparan pasir kuning bergeming bersatu dengan matahari mati.
Tak kurasa rangkak kaki sampai disini,tapi ini bukan titik yang kucari.
Aku memang MUSAFIR HAMPA yang halus rasa yang kaya cinta.
Entah berapa lembah kujejaki,Ratusan tebing sudah kudaki..
Tapi aku tak berhenti menggali.
Dengan Tasbih biru dijalan bisu.
Aku tetap MUSAFIR HAMPA takkan berhenti menari menanti.
Aku terpekur merenungi dunia yang tak kenal akan ujung yang hendak aku lintasi.
Aku Hanya Musafir yang kosong.
Tanpa mantel,tanpa penutup kepala dan hampa tanpa pedang yang bisa membelah nyawa.
Senjataku tertancap dijantungku.
Senjataku hanya sehelai kasih yang tak pernah putus.
Aku Musafir Hampa dengan jiwa yang lama yang masih merindu kalam dari para pecandu cinta.
***
Aku berjalan ditepian lautan sufi.
Menggali sesuatu yang suci.
Jejak langkah ku jalani ditepian aliran suram.
Ku Menanti bersama desiran tasbih,karena nafasku hampir terhenti.
Jalannya hati yang kulukisi selalu dalam kidung sepi.
Mungkin ini yang disebut hampir mati.
Wahai dua
Wahai Tiga dimanakah jasadmu
Aku sebatang kara menunggu asa hilang yang sebelah tertelan gurun-gurun abadi.
Tapi aku tak mengeriput ditelan masa,semangatku.
Karena aku MUSAFIR HAMPA arah,kaya asa.
Aku kuatkan nadiku menjejaki matahari dipesisir Almasih.
Aku MUSAFIR HAMPA yang berjanji hati ditemani janji hati ragawi.
Keriutan Tulang kutepisi dengan doa hati.
Hanya bisa berkata takdzim kalam matahari mati.
Wahai Penunggu Api,teteskan secarik api,
untukku Sang MUSAFIR HAMPA yang miskin Pahala Illahi.
Wahai bapa lihatlah diriku dari cermin keringatmu.
Kirimkan segumpal hati untuk menemani.
Aku ingin berberbagi,aku terlalu kosong dengan nafas lamaku.
Tapi sudahlah aku terbiasa berdiri dengan raga yang sunyi.
Hamparan pasir kuning bergeming bersatu dengan matahari mati.
Tak kurasa rangkak kaki sampai disini,tapi ini bukan titik yang kucari.
Aku memang MUSAFIR HAMPA yang halus rasa yang kaya cinta.
Entah berapa lembah kujejaki,Ratusan tebing sudah kudaki..
Tapi aku tak berhenti menggali.
Dengan Tasbih biru dijalan bisu.
Aku tetap MUSAFIR HAMPA takkan berhenti menari menanti.
0 comments:
Post a Comment